Langsung ke konten utama

hak anak untuk mendapatkan pendidikan


Hak anak untuk mendapatkan pendidikan adalah akibat dari hak-hak mereka untuk mendapatkan kebebasan mereka sepenuhnya pada waktunya dan demikian juga hal ini merupakan hasil dari kebutuhan vital manusia untuk memperoleh pendidikan agar mereka dapat menggunakan kemampuan-kemapuan mereka.
Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dan terus menerus. Tidak ada waktu sejenak pun pendidikan itu terhenti dalam kehidupan seseorang, sebagian karena ilmu pengetahuan tidak dapat berhenti, dan sebagian karena kebutuhan-kebutuhan seseorang akan penerangan tidak berhenti pada suatu waktu tertentu, tetapi juga karena keperluan-keperluan yang terus menerus berubah.
Karena itu, bukanlah hanya meneruskan ilmu pengetahuan, yaitu pengajaran, tetapi lebih dari itu, dan terutama melatih atau membantu seseorang untuk menggunakan semaksimal mungkin kemampuan-kemampuan mereka, yaitu pendidikan.
Semua yang tidak kita miliki pada waktu dilahirkan dan kebutuhan dalam masa kecil, kita peroleh melalui pendidikan. Tetapi kebebasan anak “dibatasi oleh kelemahan mereka”. Ini membuat mereka tergantung kepada orang tua mereka, dimana tugas pokoknya sebenarnya adalah mendidik mereka, “tidak ada orang yang tidak sanggup menjalankan fungsinya sebagai orang tua, berhak untuk menjadi orang tua.”
Pendidikan merupakan salah satu dari cara utama yang mempersiapkan anak-anak untuk menjadi anggota masyarakat yang cakapdan terintegrasi di dalamnya. Pendidikan merupakan sarana utama dalam meningkatkan kedudukan social seseorang.
Anak berhak untuk memperoleh pendidikan, yang wajib dan bebas dari pembayaran, sekurang-kurangnya pada tingkat-tingkat elementer. Kepadanya harus diberikan suatu pendidikan yang memejukan kebuyaan umumnya, dan yang memungkinkannya dalam basis kesempatan yang sama untuk mengembangkan kemampuan-kemampuannya, pertimbangan-pertimbangan pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan sosialnya, dan untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna”
Kutipan di atas merupakan isi dari deklarasi dari hak anak-anak oleh sidang umum perserikatan PBB prisip nomor 7, paragraph 1. Dari kutipan tersebut kita dapat menarik kesimpulan bila pendidikan dalam arti luas di maksudkan meliputi semua kegiatan yang di lakukan oleh suatu kelompok manusia untuk meneruskan kepada keturunannya seperangkat ilmu pengetahuan dan keterampilan dan peraturan-peraturan moral yang memungkinkan kelompok itu untuk hidup, betapapun sederhananya, dalam keadaan khusus lingkungannya dan etikanya yang khas maka anak-anak di seluruh dunia ini benar-benar berhak memperoleh pendidikan bukan hanya harapan kosong belaka.
Deklarasi Universal yang akan menjadi batu peringatan dalam sejarah hak untuk memperoleh pendidikan. Deklarasi yang baru ini menggabungkan yang baik dari anak dengan yang baik dari masyarakat dan menyatakan bahwa “umat manusia berkewajiban memberikan yang terbaik kepada anak”. Sidang umum PBB menyerukan kepada pria dan wanita, sebagai perorangan dan kepada pemerintah sukarela dan pemerintah nasional untuk mengakui, meningkatkan dan melindungi hak-hak dan kebebasan-kebebasan setiap anak sesuai dengan sepuluh prinsip-prinsip utama.
Salah satu dari prinsip-prinsip itu yaitu yang ketujuh menyangkut hak “untuk menerima pendidikan” jadi apa yang dalam deklarasi universal itu merupakan hak setiap orang, dalam deklarasi yang baru disoroti sebagai hak anak, sasaran dari proses pendidikan, yang “ ketidakmatangan fisik dan mentalnya”, membuat dia vital sehingga diberikan “perlindungan dan perawatan, termasuk perlindungan legal yang pantas.”
Karena itu, prinsip nomor 7 membebankan suatu kewajiban kusus kepada orang-orang yang merupakan hal yang unik ini untuk kehidupan, “minat yang terbaik dari anak” yang berupa “prinsip pembimbing dari mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pembimbingnya”. Dengan perkataan lain tidak ada pertentangan dengan elemen kunci dari pendidikan ini; perhatian Negara atau bahkan perhatian dari orant tuan dari anak sendiri pun tidak; apapun nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang dijadikan alas an dari tindakan-tindakan ini.
Dalam analisa terkhir, yang dipertahankan oleh prinsip nomor 7 ialah kebebasan dari anak. Sekali masalah itu dihadapi, ketentuanyang sama terus menerangkan tujuan-tujuan dasar dari pendidikan, yang menjadi hak anak yaitu:
a)     Meningkatkan kebudayaan umumnya.
b)     Mengembangkan kecakapan-kacakapan dan pertimbangan pribadinya, maupun rasa tanggung jawab moral dan sosialnya.
c)      Membuat dia mampu menjadi anggota yang berguna bagi masyarakat
d)     Memberikan kepadanya tiap kesempatan untuk bermain-main dan hiburan (rekreasi), yang harus di arahkan ke tujuan-tujuan yang sama seperti pada pendidikan.
Sekiranya pendidikan tidak bebas bayaran, maka pendidikan tidak dapat terbuka bagi semua atau sekurang-kurangnya akan sangat sulit untuk membuatnya terjangkau oleh sebagian besar dari murid-murid. Ini berarti bahwa mayoritas kelompok anak-anak, yang orangtuanya miskin atau mempunyai sumber-sumber ekonomi yang terbatas, harus dalam suatu yang mempunyai “kesempatan yang sama” dengan kelompok minoritas, yang status ekonomi dan sosialnya memberikan kepadanya permulaan keuntungan dalam memperoleh pendidikan dan latihan.
Walaupun para orang tua tentu tetap bebas memilih tipe sekolah yang mereka inginkan buat anak-anak mereka, termasuk sekolah-sekolah swasta. Pendidikan yang diwajibkan perlu menunjukan adanya tanggung jawab dari pihak para penguasaa untuk menjamin bahwa peraturan hokum dipenuhi tetapi juga memerlukan orang tua ikut berperan dalam hal ini. Karena itu, pendidikan yang wajib dan bebas bayaran diperlukan pada tiap tingkatan, tetapi prinsip nomor 7 dari deklarasi tentang hak-hak anak mengusulkan supaya tujuan ini tercapai paling tidak bagi anak-anak tingkat elementer.
Sebagian besar, hambatan-hambatan yang menghalangi pelaksanaan hak anak untuk memperoleh pendidikan sering di hubungkan dengan kemiskinan. Kemiskinan menghalangi pihak terkait dalam membangun sejumlah sekolah dengan mutu tinggi. Kemiskinan menyebabkan beberapa keluarga tidak sanggup membayar uang sekolah, dan membeli buku-buku dan alat-alat sekolah.
Negara-negara yang kurang maju dalam bidang ekonomi, dimana umumnya anggaran biaya keluarga yang kecil merupakan factor pendorong kepala-kepala keluarga untuk tidak menyuruh anak-anak mereka tidak sekolah, supaya mereka dapat disuruh untuk bekerja.
Tiap anak di lahirkan di suatu keluarga yang keadaan ekonomi, social, dan kulturanya sangat kuat berpengaruh terhadap perkembangannya dalam tahun-tahun pertama dari kehidupannya dan banyak mempersiapkan pertumbuhan fisik, intelektual dan perasaanya.
Karena itulah tidak dapat di elakkan, bahwa perbedaan-perbedaan dalam lingkungan keluarga haruslah mempunyai pengaruh yang sangat terjauh terhadap pendidikan anak-anak.
Hak untuk memperoleh pendidikan tidak dapat di bagi. Ia tidak dapat dipisahkan dari hak untuk melaksanakannya sendiri, untuk mengintegrasikan aspek social dan ekonomi dalam masyarakat. Ia jelas berlaku bagi anak-anak cacat. Setiap kegagalan untuk mengakui haknya itu, di anggap sebagi suatu diskriminasi terhadap mereka dan melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan dan deklarasi tentang hak-hak anak.
Anak-anak cacat tidak dapat dibantu melalui fasilitas pendidikan umum, walaupun guru-guru dan para pendidik memperhatikan dengan cermat setiap kasus seseorang, harus dilatih dan di didik dalam fasilitas-fasilitas khusus. Fasilitas-fasilitas khusus itu di bagi-bagi menurut tipe-tipe cacat yang berbeda.
Agar suatu system pendidikan berdasarkan kesamaan derajat yang menempatkan hak anak untuk memperoleh pendidikan pada kedudukannya yang sentral. Sekiranya kita harus berpegang teguh pada langkah-langkah berikut :
-         Ciptakanlah hanya satu kesatuan system pendidikan dengan standar-standar yang seragam dan masuk akal, yang berlaku bagi semua anak dengan hak yang sama dan yang hanya digunakan oleh anak-anak.
-         Ciptakanlah fasilitas-fasilitas pendidikan yang pantas dalam setiap masyarakat dan dapat dijangkau oleh setiap anak.
-         Jaminlah, agar hak untuk memperolah pendidikan benar-benar dilaksanakan untuk setiap anak, dan agar setiap anak memperoleh pendidikan yang sekurang-kurangnya memperkenalkan kepadanya unsure-unsur yang terbaik dalam kebudayaan, tidak hanya yang ada dalam bangsanya sendiri, tetapi juga kebudayaan semua bangsa di dunia; doronglah keinginan untuk menuntut ilmu pengetahuan, kembangkanlah kemampuan anak untuk lebih lanjut belajar sendiri dan buatlah dia menjadi seorang warga Negara yang berguna dan bertanggung jawab untuk negaranya dan untuk dunia.
-         Berilah tambahan perlengkapan untuk menghilangkan kekurangan-kekurangan di rumah dan berikanlah jaminan agar anak-anak yang membuthkan sedapat mungkin diperlengkapi buku-buku pelajaran secara gratis dan alat-alat pendidikan lainnya dan pembebasan dari uang sekolah.
-         Insyafilah, bahwa pendidikan tidak dapat disamakan dengan hanya belajar disekolah. yang disebut pertama sesungguhnya merupakan proses yang lebih luas, yang diberikan melalui tiga jalur:
a)     Jalur sekolah yang formal
b)     Jalur non-formal di luar system persekolahan
c)      Jalur yang terus-menerus digunakan oleh setiap anak untuk belajar di dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya dan kehidupan sosialnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI BELAJAR

I Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG                         Dalam setiap studi pendidikan dan penerapannya dilapangan, banyak ditemukan kendala dan berbagai macam permasalahan. Ditambah lagi pendidikan di indonesia menuntut peserta didik harus menguasai standar kopetensi yang telah ada. Banyak diantara mereka kesulitan dalam mencapai standar tersebut. Maka dari itu, dalam makala ini kami mencoba menelaah dan menganalisis pemasalahan permasalahan yang menjadi kendala bagi peserta didik, terutama kondisi belajar. Pemilihan tema ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar peserta didik, bagaimana menyelesaikan permasalahan yang timbul, dan memberikan solusi yang tepat dalam penerapannya di dunia nyata. Pemilihan tema ini juga bertujuan untuk menyelesaikan kewajiban kami untuk membuat makalah ini dalam mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran. 1.2 TUJUAN                         Pemilihan tema ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar peserta didik, bagaimana

SUMBER BELAJAR

   BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematik yang meliputi banyak komponen. Komponen tersebut antara lain adalah tujuan, bahan pelajaran, metode, alat dan sumber belajar serta evaluasi. Sumber belajar merupakan suatu unsur yang memiliki peranan penting dalam menentukan proses belajar agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan. Menurut Rohani :   Sebuah kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian tujuan instruksional jika melibatkan komponen proses belajar secara terencana, sebab sumber belajar sebagai komponen penting dan sangat besar manfaatnya. Sumber belajar yang beraneka ragam disekitar kehidupan peserta didik, baik yang didesain maupun non desain belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Sebagian besar guru kecenderugan dalam pembelajaran memanfaatkan buku teks dan guru sebagai sumber belajar utama. Keadaan ini diperparah p

penilaian alternatif

     BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang             Kegiatan penilaian sangat bersifat kuantitatif. Dan lebih banyak diarahkan pada upaya memeriksa perbedaan-perbedaan individual. Dalam bidang pendidikan, berbagai alat uji/ tes diarahkan pula untuk mengukur perbedaan individual antara siswa yang satu dan siswa-siswa yang lain dalam setiap bidang studi.             Dilihat dari prosedur pengembangan, penilaian selalu diorientasikan pada upaya mengembangkan alat uji yang objektif dan baku. Tanpa adanya standar yang digunakan sebagai   norma, penilaian kurang berarti. Untuk menentukan norma yang berlaku bagi setiap alat uji yang sedang dikembangkan, alat uji tersebut perlu dicobakan pada sejumlah sampel tertentu dalam situasi yang terkontrol.             Penilaian itu bukan pengukuran atau prediksi, melainkan interpretasi atau judgment. Interpretasi selalu menunjuk adanya perbandingan. Penilaian tidak dimaksudkan untuk menghasilkan hukuman yang bersifat umu