Langsung ke konten utama

TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN KONSTRUKTIVITAS SERTA PENERAPANNYA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dunia berkembang begitu pesatnya. Segala sesuatu yang semula tidak bisa dikerjakan, mendadak dikejutkan oleh orang lain yang bisa mengerjakan hal tersebut. Agar kita tidak tertinggal dan tidak ditinggalkan oleh era yang berubah cepat, maka kita sadar bahwa pendidikan itu sangat penting.
Banyak negara yang mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan persoalan yang pelik. Namun semuanya merasakan bahwa pendidikan merupakan salah satu tugas negara yang amat penting. Bangsa yang ingin maju, membangun, dan berusaha memperbaiki keadaan masyarakat dan dunia tentu mengatakan bahwa pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu bangsa.
Pengemasan pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran sekarang ini belum optimal seperti yang diharapkan. Hal ini terlihat dengan kekacauan-kekacauan yang muncul di masyarakat bangsa ini, diduga bermula dari apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan. Pendidikan yang sesungguhnya paling besar memberikan kontribusi terhadap kekacauan ini.
Tantangan dunia pendidikan ke depan adalah mewujudkan proses demokratisasi belajar. Pembelajaran yang mengakui hak anak untuk melakukan tindakan belajar sesuai karakteristiknya. Hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar yang demokratis adalah reallness. Sadar bahwa anak memiliki kekuatan disamping kelemahan, memiliki keberanian di samping rasa takut dan kecemasan, bisa marah di samping juga bisa gembira .
Realness bukan hanya harus dimiliki oleh anak, tetapi juga orang yang terlibat dalam proses pembelajaran. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua pihak yang telibat dalam proses pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar.

Sehubungan dengan hal tersebut, dengan ketidak terbatasannya akal dan keinginan manusia, untuk itu perlu difahami secara benar mengenai pengertian proses dan interaksi belajar. Belajar dan mengajar adalah dua kegiatan yang tunggal tapi memang memiliki makna yang berbeda. Belajar diartikan sebagai suatu perubahan tingkah-laku karena hasil dari pengalaman yang diperoleh. Sedangkan mengajar adalah kegiatan menyediakan kondisi yang merangsang serta mangarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.
Menurut Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang itu untuk belajar antara lain sebagai berikut:
1.      adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;
2.      adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk maju;
3.      adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;
4.      adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi;
5.      adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman;
6.      adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir dari pada belajar.
Secara luas teori belajar selalu dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. anah-ranah itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Akan tetapi manusia sebagai makhluk yang berpikir, berbeda dengan binatang. Binatang adalah juga makhluk yang dapat diberi pelajaran, tetapi tidak menggunakan pikiran dan akal budi.









1.2  Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang makalah ini maka dapat di temukam masalah sebagai berikut :
§      Apakah pengertian teori belajar Humanistik?
§      Apakah pengertian teori belajar Konstruktivitas?
§      Siapa saja tokoh-tokoh teori belajar?
§      Bagaimana implikasi teori-teori belajar tersebut?
§      Bagaimanakah penerapan kedua teori belajar tersebut?


1.3  Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Teori Belajar dan Pembelajaran”.
2.      Untuk mengetahui bagaimana cara menerapkan teori-teori belajar dalam pendidikan
3.      Mendeskripsikan implikasi  dari teori belajar
4.      Mengkaji implikasi teori belajar
Adapun penyusunan makalah ini bermanfaat secara:
a. Teoretis, untuk mengkaji ilmu pendidikan khususnya dalam memahami implikasi pendidikan, pembelajaran, pengajaran, prinsip-prinsip pembelajaran, dan perkembangan teori pembelajaran.
b. Praktis, bermanfaat bagi:
(1) para pendidik agar pendidik tidak salah persepsi tentang pendidikan, pembelajaran, dan pengajaran, serta dapat menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran dan teori pembelajaran yang sesungguhnya,
(2) mahasiswa agar memahami tentang pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran
.
(3) pembaca agar mendapatkan pengetahuan  dan wawasan mengenai bagaimana
 teori – teori pembelajaran dan pengajaran  juga memiliki peranan yang juga penting dalam dunia pendidikan.

1.4  Metode Penulisan

Metode yang digunakan oleh penulis dalam pengerjaan makalah ini ialah melalui keperpustakaan yakni melalui pengumpulan buku-buku yang dapat di jadikan referensi serta sumber dari internet.

1.5  Sistematika Penulisan

Dalam penyajian makalah ini , kami membaginya menjadi 3 bab. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, penulis akan menjelaskan system penulisan secara garis besar dalam keseluruhan bab.
Adapun sistematika penulisannya, sebagi berikut :

BAB    I          : PENDAHULUAN
1.1                Latar Belakang
1.2                Perumusan Masalah
1.3                Tujuan dan Kegunaan
1.4                Metode Penulisan
1.5                Sistematika Penulisan
BAB    II          : PEMBAHASAN
BAB    III        : PENUTUP
            3.1       Kesimpulan
           



BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Arti Teori Belajar
Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefenisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
2.2       Teori Belajar Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif, misalnya ketrampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang lain, kejujuran interpersonal, dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari-hari.
Selain menitik beratkan pada hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat pembelajaran yang membantu anak didik untuk meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi, mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan, dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia. “Berapa banyak hal yang bisa dilakukan manusia? Dan bagaimana aku bisa membantu mereka untuk melakukan hal-hal tersebut dengan lebih baik?
Melihat hal-hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi. Jadi bisa dikatakan bahwa emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik. Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan mengabaikansalah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Untuk itu secara garis besar Teori Humanistik dapat dijelaskan sebagai: Teori yang menjelaskan bahwa pada hakekatnya setiap diri manusia adalah unik, memiliki potensi individual dan dorongan internal untuk berkembang dan membentuk perilakunya. Maka setiap diri manusia bebas dan memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang mencapai aktualisasi diri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kebutuhan manusia adalah bertingkat-tingkat, terdiri dari tingkatan kebutuhan faal, kebutuhan keamanan, kebutuhan pengakuan, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Sedangkan menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.
       Tujuan utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses belajar, ialah :
  1. Proses pemerolehan informasi baru,
  2. Personalia informasi ini pada individu.

2.3       Tokoh – Tokoh Teori Belajar Humanistik
Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Rogers.
  1. Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
            Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
            Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
  1. Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1)   suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2)   kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
            Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
  1. Carl Rogers
Carl Rogers lahir 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinois Chicago, sebagai anak keempat dari enam bersaudara. Semula Rogers menekuni bidang agama tetapi akhirnya pindah ke bidang psikologi. Ia mempelajari psikologi klinis di Universitas Columbia dan mendapat gelar Ph.D pada tahun 1931, sebelumnya ia telah merintis kerja klinis di Rochester Society untuk mencegah kekerasan pada anak.
            Gelar profesor diterima di Ohio State tahun 1960. Tahun 1942, ia menulis buku pertamanya, Counseling and Psychotherapy dan secara bertahap mengembangkan konsep Client-Centerd Therapy.
Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
    1. Kognitif (kebermaknaan)
    2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Guru menghubungan pengetahuan akademik ke  dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
            Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1.      Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2.      Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa
3.      Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
4.      Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.

Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.        Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.       Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.       Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.         Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j.        Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif. 



Ciri-ciri guru yang fasilitatif adalah :
  1. Merespon perasaan siswa
  2. Menggunakan ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
  3. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa
  4. Menghargai siswa
  5. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan
  6. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari siswa)
  7. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah, serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
  1. Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan, yaitu kawasan kognitif, afektif dan psikomotor. Taksonomi Bloom telah berhasil memberi inspirasi kepada banyak pkar lain untuk mengembangkan teori belajar dan pembelajaran. Selain itu Bloom juga banyak dijadikan pedoman untuk membuat butir-butir soal ujian, bahkan oleh orang-orang yang sering mengeritik taksonomi tersebut.

  1. Kolb
Sementara Kolb membagi tahapan belajar dalam empat tahap:
1.         Pengalaman Konkrit : pada tahap yang dini seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, ia belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap awal proses belajar.
2.         Pengamatan Aktif dan Reflektif : siswalambat laun mampu mengadakan pengamatan aktif terhadap kejadaian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
3.         Konseptualisasi : siswa mulai belajar membuat abstraksi atau teori tentang hal yang pernah diamatinya. Pada tahapan ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
4.         Eksperimentasi Aktif : pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi baru.
Menurunya siklus belajar semacam itu terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa.

  1. Honey dan Mumford
Berdasarkan teori Kolb, Honey dan Mumford menggolongkan siswa atasempat tipe :
a.         Siswa tipe aktivis : mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman – pengalaman baru, cenderung terbuka dan mudah diajak berdialog.
b.         Siswa tipe reflektor : cenderung sangat berhati-hati mengmbil langkah. Dalam pengambilan keputusan cenderung konservatif, yaitu suka menimbang-nimbang secara cermat baik-buruknya suatu keputusan.
c.         Siswa tipe teoris : biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subyektif.
d.         Siswa tipe pragmatis : menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dalam segala hal,mereka tidak suka bertele-tele dalam membahas aspek teoritis-filosofis dari sesuatu.

  1. Habermas
Dalam hal ini Habermas membagi tentang tiga macam tipe belajar :
1.         Technical learning ( belajar teknis ) : siswa belajar berinteraksi dengan alam
2.         Practical learning ( belajar praktis ) : dalam hal ini siswa berinteraksi dengan orang-orang disekelilingnya.
3.         Emancipatory learning ( belajar emansipatoris ) : siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu lingkungan.



2.4       Prinsip – Prinsip Teori Belajar Humanistik
A.   Manusia mempunyai belajar alami
B.  Belajar signifikan terjadi apabila mqateri plajaran dirasakan murid mempuyairelevansi dengan maksud tertentu
C.   Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya
D.  Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil
E.   Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya
F.   Belajar lancer jika siswa dilibatkan dalam proses belajar
G.   Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam
H. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas     diri
     I.     Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.

     Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.
     Tujuan belajar menurut teori ini adalah memanusiakan manusia artinya perilaku tiap orang ditentukan oleh orang itu sendiri dan memahami manusia terhadap lingkungan dan dirinya sendiri.Menurut para pendidik aliran ini  penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.Tujuan utama pendidik adalah membantu siswa mengembangkan dirinya yaitu membantu individu untuk mengenal dirinya sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu mewujudkan potensi mereka. Para ahli humanistic melihat adanya dua bagian pada proses belajar yaitu : proses pemerolehan informasi baru dan personalissi informasi ini pada individu.

2.5       Implikasi Teori Belajar Humanistik
a. Guru Sebagai Fasilitator
            Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator yang berikut ini adalah berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas sifasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa guidenes(petunjuk):
1.      Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2.      Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3.      Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4.      Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5.      Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6.      Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7.      Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
8.      Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9.      Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10.  Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.

 2.6      Aplikasi Teori Belajar Humanistik
            Aplikasi teori humanistik dalam pembelajaran guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Hal ini dapat diterapkan melalui kegiatan diskusi, membahas materi secara berkelompok sehingga siswa dapat mengemukakan pendapatny masing-masing di depan kelas. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya apabila kurang mengerti terhadap materi yang diajarkan.Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
            Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan. Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat negatif.


Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
  1. Merumuskan tujuan belajar yang jelas
  2. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif.
  3. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri
  4. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
  5. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang ditunjukkan.
  6. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya.
  7. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
  8. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
            Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterpkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Dan siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.



2.7       Teori Belajar Konstruktivitas
Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks Filsafat Pendidikan, konstruktifisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Dalam proses pembelajaran konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Si belajar harus aktif mengembangkan pengetahuan, bukan hanya menunggu arahan dan petunjuk dari guru atau sesama siswa.
Dapat dikatakan Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
Jika behaviorisme menekankan ketrampilan atau tingkah laku sebagai tujuan pendidikan, sedangkan maturasionisme menekankan pengetahuan yang berkembang sesuai dengan usia, sementara konstruktivisme menekankan perkembangan konsep dan pengertian yang mendalam, pengetahuan sebagai konstruksi aktif yang dibuat siswa. Jika seseorang tidak aktif membangun pengetahuannya, meskipun usianya tua tetap tidak akan berkembang pengetahuannya. Suatu pengetahuan dianggap benar bila pengetahuan itu berguna untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena yang sesuai.
Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.





2.8       Tokoh – Tokoh Teori Belajar Konstruktivitas
A.   Jean Piaget
Adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
  1. Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
  2. Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
  3. Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
  4. Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
B.         Driver dan Oldham
Mengatakan bahwa dalam belajar memiliki ciri-ciri yang berbasis konstruktivitas, yaitu :
1.        Orientasi yaitu siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajarisuatu topik dengan memberi kesempatan melakukan observasi
2.        Elisitasi yaitu siswa mengungkapkan idenya dengan jalan berdiskusi menulis, membuat poster dan lain-lain
3.        Restrukturisasi ide adalah klarifikasi ide dengan ide orang lain
4.        Penggunaan ide baru dalam berbagai situasi yaitu ide atau pengetahuan yang telah terbentuk dan perlu diaplikasikan pada berbagai maam situasi
5.        Review yaitu dalam mengaplikasikan pengetahuan perlu di review dengan menambah atau mengubah.
C.        Von Glaserfeld Paul
            Mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu :
-         Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman]
-         Kemampuan membandingkan dan mengambil kputusan mengenai persamaan dan perbedaan tentang sesuatu hal, dan
-          Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lain.

2.9       Prinsip – Prinsip Belajar Konstruktivitas    
Beberapa Prinsip tentang Konstruktifis Ada lima prinsip dasar tentang konstruktifis meliputi :
Prinsip l : Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
Prinsip 2 : Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
Prinsip 3 : Mencari dan menilai pendapat siswa
Prinsip 4 : Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Prinsip 5 : Menilai belajar siswa dalam konteks pengajaran.



Menurut teori ini, satu prinsip penting dalam pembelajaran konstrutivisme adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya.
Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar menggunakan stratigi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa, anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut. Sistem pendekatan konstruktifis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah komplek untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan dasar yang diperlukan.

2.
10     Implikasi Teori Belajar Konstruktivitas
Teori konstruktifis selain sebagai kajian filosofis, dalam praktisnya juga mengupas persoalan pembelajaran. Ada beberapa implikasi teori konstruktifis dalam pembelajaran antara lain :
~ Memusatkan perhatian kepada berfikir atau proses mental anak tidak sekedar pada hasilnya. Disamping kebenaran jawaban siswa, guru juga harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada jawaban tersebut.
~ Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri, keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran di dalam kelas konstruktifis, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak mendapat penekanan.
~ Pendekatan konstruktifis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran TOP DOWN dari pada BOTTOM UP.
~ DISCOVERY LEARNING. Dalam discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
~ Pendekatan konstruktifis dalam pengajaran khas menerapkan SCAF FOLDING, dengan siswa semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajaran sendiri.

            Karena itu, pembelajaran konstruktif juga melibatkan guru-guru yang konstruktif dan memiliki daya kreatif tinggi. Sebagai guru yang konstruktif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan data mentah dan nara sumber asli, bersama bahan yang manipulatif,
interaktif dan nyata.
3. Ketika memberi tugas, menggunakan istilah kognitif, seperti klasifikasikan, analisa, meramalkan, ciptakan atau bentuk.
4. Memperbolehkan jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi.
5. Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian-pengertian mereka tentang konsep tersebut.
6. Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
7. Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lain.
8. Mencari perluasan dari tanggapan awal siswa.
9. Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang mungkin bertentangan dengan hipotesa awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
10. Memberikan waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafor (perumpamaan).
11. Mengembangkan keinginan dan siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar (learning cycle model).



 2.11    Aplikasi Teori Belajar Konstruktivitas
Penerapan proses pembelajaran yang memberikan keluasan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang telah mereka miliki, memerlukan serangkaian kesadaran akan makna bahwa pengetahuan tidak bersifat obyektif dan stabil, tetapi bersifat temporer dan tidak menentu, tergantung dari persepsi subyektif individu dan individu yang berpengetahuan menginterprestasikan serta mengkonstruksi suatu realisasi berdasarkan pengalaman dan interaksinya dengan lingkungan. Penulisan ini bertujuan mengetahui dan memahami tentang pembelajaran konstruktifis sebagai salah satu pendekatan dalam menciptakan proses pembelajaran yang memberikan keleluasaan kepada siswa untuk aktif membangun kebermaknaan sesuai dengan pemahaman yang mereka miliki.Selain itu juga untuk mengembangkan wawasan tentang ragam sistem pembelajaran beserta subtansi pola yang ditawarkan. Sehingga akan menghasilkan hasil belajar yang efektif dan memberikan manfaat bagi peserta didik (si belajar).         
Hakekat pembelajaran konstruktifistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktifitas kreatif produktif dalam konsteks nyata yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berfikir ulang lalu mendemonstrasikan.
           Dalam teori, peran guru adalah menyediakan suasana dimana para siswa mendesain dan mengarahkan kegiatan belajar itu lebih banyak dari pada menginginkan bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, maka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan ide-ide.
Bangunan pemahaman sekaligus penataan perilaku anak didik menjadi titik perhatian dalam pembelajaran konstruktifis. Menurut Yatim Riyanto, konstruktifistik berada dalam situasi kontras, berakar pada pengajaran cara lama yang dilaksanakan di sekolah Amerika. Secara tradisional, pembelajaran telah dipersiapkan menjadi “mimetic” (kegiatan meniru). Suatu proses yang melibatkan siswa untuk mengulangi atau meniru. Sementara di lain pihak, praktek pembelajaran konstruktif dilakukan untuk membantu siswa membentuk, mengubah diri atau mentransformasikan informasi baru.
Dengan pandangan Paulo Freire, untuk melakukan transformasi yang paling awal harus mengetahui konteks sosial pengajaran dan kemudian membedakan antara pendidikan yang membebaskan dengan pendidikan tradisional.
Pada dasarnya pendidikan yang membebaskan adalah situasi dimana guru dan siswa sama-sama memiliki perbedaan. Hal demikian merupakan ujian perbedaan yang pertama pendidikan yang membebaskan dari sistem pendidikan konvensional. Di sini guru dan siswa sama-sama menjadi subyek kognitif dari upaya menjadi tabu. (Ira Shor dan Paulo Freire, 2001).
Dari tujuan tentang lingkup konstruktifisme dalam pembelajaran ini, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan antara lain:
1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari   sendiri jawabannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

2.12     Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Humanistik
Kekurangan :
Peserta didik kesulitan dalam mengenal diri dan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.
Kelebihan
Dalam pembelajaran pada teori ini, siswa dituntut untuk berusaha agar lambat laun mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
Selain itu Teori humanistik mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif manusia mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada relitas

Ciri-ciri guru yang baik dan kurang baik menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar.Ruang kelads lebih terbuka dan mampu menyesuaikan  pada perubahan.
Sedangkan guru  yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah ,mudah menjadi tidak sabar ,suka melukai perasaan siswaa dengan komentsr ysng menyakitkan,bertindak agak otoriter, dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.
Meskipun demikian, kritik dari teori humanistik tetap mempunyai beberapa argumentasi:
- Teori humanistik terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatanpada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
-      Teori humanistik, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
-      Banyak konsep dalam psikologi humanistik, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme Maslow sendiri.
-      Psikologi humanistik mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis

2.13     Kelemahan dan Kelebihan Teori Belajar Konstruktivitas
Konstruktifistik bukan suatu teori yang bersih dan kekurangan. Teori ini juga terbatas pada ruang dan waktu dalam pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala yang mungkin timbul dalam penerapan teori belajar dengan pendekatan konstruktifis:
1. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun menggunakan   pendekatan tradisional.
2. Guru konstruktifis dituntut lebih kreatif dalam merencanakan pelajaran dan memilih atau menggunakan media.
3. Pendekatan konstruktifis menuntut perubahan siswa evaluasi, yang mungkin belum bisa diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.
4. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa dengan kurikulum yang terkontrol.
5. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradab tadi dengan proses belajar dan mengajar yang baru.

Melihat beberapa kendala yang mungkin saja muncul, maka perlu dikembangkan kondisi obyektif di lapangan. Hal-hal yang perlu dikembangkan tersebut antara lain :

1. Kurikulum disajikan dan kesatuan kebagian dengan penekanan konsep utama.
2. Sangat menghargai pertanyaan dari siswa.
3. Kegiatan kurikulum bertumpu pada sumber data primer dan materi yang digunakan single text book.
4. Siswa dianggap sebagai pemikiran.
5. Pada umumnya guru berperilaku secara interaktif menggunakan lingkungan sebagai media belajar.
6. Guru mencari sudut pandang siswa untuk memahamkan konsep yang disajikan pada siswa untuk keperluan pembelajaran lebih lanjut.
7. Penelitian terjalin menjadi satu dengan pembelajaran dan dilaksanakan dalam bentuk observasi terhadap kerja siswa/tampilan/tugas.
8. Siswa bekerja dalam kelompok.
Dalam teori konstruktifisme yang sangat penting adalah :
-         Bahwa dalam proses belajar siswalah yang harus mendapatkan tekanan.

-          Mereka yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain.


-         Siswa yang harus bertanggungjawab terhadap hasil belajarannya. Penekanan belajar siswa aktif ini dalam dunia pendidikan terlebih di Indonesia kiranya sangat penting dan perlu dikembangkan.

-         Kreatifitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka.

-         Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis suatu hal, sebab mereka selalu berfikir, bukan menerima saja.

-          Proses mandiri dalam berfikir perlu dibantu oleh pendidik. Anggapan lama yang menyatakan bahwa anak itu tidak tahu apa-apa, sehingga pendidik harus mencekoki mereka dengan bermacam hal, kiranya tidak cocok lagi dengan prinsip konstruktifis. Meski demikian, tidak secara mutlak sebuah teori atau pendekatan cocok diterapkan dalam semua kondisi. Termasuk juga teori konstruktifis.

-          Dalam hal ini tentunya ada beberapa kendala aplikatif. Sehingga perlu penelaahan lebih lanjut terhadap teori ini, untuk kemudian diupayakan penyesuaian dengan kondisi di lapangan.












BAB III
PENUTUP
3.1       Kesimpulan
Teori belajar humanisme dan Konstruktivitas memiliki ciri khas masing-masing . Teori belajar humanisme berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah mambantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing- masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik & membantu dalam mewujudkan potensi- potensi yang ada pada diri mereka.Sedangkan teori belajar Konstruktivitas  merupakan suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Dalam proses pembelajaran konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
Manfaat dari beberapa teori belajar adalah :
1.         Membantu guru untuk memahami bagaimana siswa belajar,
2.         Membimbing guru untuk merancang dan merencanakan proses pembelajaran,
3.         Memandu guru untuk mengelola kelas,
4.         Membantu guru untuk mengevaluasi proses, perilaku guru sendiri serta hasil belajar siswa
5.         yang telah dicapai,
6.         Membantu proses belajar lebih efektif, efisien dan produktif,
7.         Membantu guru dalam memberikan dukungan dan bantuan kepada siswa sehingga dapat
8.         mencapai hasil prestasi yang maksimal.
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori behavioristik dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya.


Sedangkan Konstruktif adalah pendekatan yang memberi hak dan peluang untuk murid-murid belajar untuk belajar (learn how to learn) dengan membina makna dan kefahaman yang tinggi dalam kerangka minda masing-masing. Berdasarkan kepada pengalaman dan persekitaran  yang sedia ada.Keadaan ini menuntut agar guru lebih prihatin terhadap keperluan dan kehendak pelajar secara individu.walaupun begitu konstruktivisme merupakan suatu anjakan yang perlu diaplikasikan bertujuan untuk memberi peluang dan membuka ruang kepada pelajar di dalam merialisasikan dalam kehidupan seharian mereka.















                                    


DAFTAR PUSTAKA

-                     Siregar, Eveline dkk. Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran. 2007. Universitas  Negeri Jakarta : Jakarta
-                     Sukmadinata,Nana Syaodi.2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Rosdakarya : Bandung.
-                     Aunurrahman. Belajar dan Pembelajaran. 2009. Alfabeta : Bandung
-                     Darsono, Max. Belajar dan Pembelajaran. 2001. IKIP Semarang Press : Semarang
-                     Budiningsih, Asri C. Belajar dan Pembelajaran. 2005.  Rineka Cipta.: Jakarta
-                     www.Fakultasluarkampus.net
-                     Rumahbelajar psikologi.com.
-                     silabus.upi.edu
-                     http://www.adrianusmeliala.com/files/kuliah


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KONDISI BELAJAR

I Pendahuluan 1.1 LATAR BELAKANG                         Dalam setiap studi pendidikan dan penerapannya dilapangan, banyak ditemukan kendala dan berbagai macam permasalahan. Ditambah lagi pendidikan di indonesia menuntut peserta didik harus menguasai standar kopetensi yang telah ada. Banyak diantara mereka kesulitan dalam mencapai standar tersebut. Maka dari itu, dalam makala ini kami mencoba menelaah dan menganalisis pemasalahan permasalahan yang menjadi kendala bagi peserta didik, terutama kondisi belajar. Pemilihan tema ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar peserta didik, bagaimana menyelesaikan permasalahan yang timbul, dan memberikan solusi yang tepat dalam penerapannya di dunia nyata. Pemilihan tema ini juga bertujuan untuk menyelesaikan kewajiban kami untuk membuat makalah ini dalam mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran. 1.2 TUJUAN                         Pemilihan tema ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kondisi belajar peserta didik, bagaimana

SUMBER BELAJAR

   BAB I PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematik yang meliputi banyak komponen. Komponen tersebut antara lain adalah tujuan, bahan pelajaran, metode, alat dan sumber belajar serta evaluasi. Sumber belajar merupakan suatu unsur yang memiliki peranan penting dalam menentukan proses belajar agar pembelajaran menjadi efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan. Menurut Rohani :   Sebuah kegiatan belajar mengajar akan lebih efektif dan efisien dalam usaha pencapaian tujuan instruksional jika melibatkan komponen proses belajar secara terencana, sebab sumber belajar sebagai komponen penting dan sangat besar manfaatnya. Sumber belajar yang beraneka ragam disekitar kehidupan peserta didik, baik yang didesain maupun non desain belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran. Sebagian besar guru kecenderugan dalam pembelajaran memanfaatkan buku teks dan guru sebagai sumber belajar utama. Keadaan ini diperparah p

penilaian alternatif

     BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang             Kegiatan penilaian sangat bersifat kuantitatif. Dan lebih banyak diarahkan pada upaya memeriksa perbedaan-perbedaan individual. Dalam bidang pendidikan, berbagai alat uji/ tes diarahkan pula untuk mengukur perbedaan individual antara siswa yang satu dan siswa-siswa yang lain dalam setiap bidang studi.             Dilihat dari prosedur pengembangan, penilaian selalu diorientasikan pada upaya mengembangkan alat uji yang objektif dan baku. Tanpa adanya standar yang digunakan sebagai   norma, penilaian kurang berarti. Untuk menentukan norma yang berlaku bagi setiap alat uji yang sedang dikembangkan, alat uji tersebut perlu dicobakan pada sejumlah sampel tertentu dalam situasi yang terkontrol.             Penilaian itu bukan pengukuran atau prediksi, melainkan interpretasi atau judgment. Interpretasi selalu menunjuk adanya perbandingan. Penilaian tidak dimaksudkan untuk menghasilkan hukuman yang bersifat umu